AYAT ALKITAB
Wahyu 21:4
Yohanes 14:1-3
Mazmur 23:4-6
Filipi 1:21, 23
1Petrus 1:3-5
Yohanes 11:25,26
2Korintus 5:1
LATAR BELAKANG
Dukacita adalah derita emosional yang menusuk dalam disebabkan oleh kematian orang yang dikasihi. Peristiwa kematian akan menyebabkan orang mengalami kesedihan, penderitaan dan kepedihan. Meninggalnya salah seorang yang dikasihi sungguh menyebabkan suasana sedih dan sepi.
Masa sedemikian adalah masa sulit. Orang yang ditinggal sering merasa bahwa pengalamannya unik, tak seorang pun menanggung kehilangan seperti yang dideritanya. Berangsur-angsur melalui proses waktu, biasanya orang akan pulih ke keadaan semula. Tetapi orang- orang tertentu terus mengalami kedukaan berkepanjangan. Dalam arti tertentu, tak seorang pun dapat bebas sempurna dari merasa kehilangan kekasihnya.
Proses penyembuhan yang disebut di atas, biasanya sebagai berikut:
1 Kejutan awal akibat kematian: dampak emosi yang dalam itu kadang- kadang melumpuhkan seseorang.
2 Pelepasan emosi: masa menangis.
3 Kesepian dan kemuraman: Perasaan kehilangan sering berkaitan dengan derajat ketergantungannya pada orang yang meninggal.
4 Rasa bersalah: "Seharusnya aku bertindak lain," atau "Seharusnya aku bertindak lebih ..." dan sebagainya.
5 Marah dan berontak: "Mengapa Allah bertindak seperti ini terhadapku?"
6 Tahap kehilangan gairah: "Aku tak tahan," atau "Masa bodohlah."
7 Berangsur-angsur kembali pada pengharapan: "Hidup harus berjalan terus." "Aku akan sanggup menanggungnya." "Allah akan membantu mengatasi semua ini."
8 Kembali pada kenyataan dan kewajaran: menerima fakta kehilangan dan menyesuaikan diri dengannya.
Harus kita ingat, bahwa dukacita tidak dapat diramalkan dan tak pula dapat diurut tahapannya. Kadang-kadang tahap-tahap duka muncul bersama dan saling tumpang tindih. Ada kalanya orang yang berduka merasa lepas sementara dari tahap sedih tertentu, untuk kemudian kembali terulang.
Untuk membimbing orang yang berduka, diperlukan keikhlasan, kepekaan dan kelembutan khusus, simpati dan empati. Kita perlu bergantung pada pimpinan Roh Kudus. Terlalu gampang dan banyak bicara, atau memberikan jawaban, adalah bertindak lancang. Ucapan-ucapan kita harus tulus dan bermakna, peka dan tepat dengan situasi tersebut, sebab hiburan sejati bagi orang yang berduka tergantung di mana sesungguhnya dia berada dalam proses dukanya.
Jangan menganggap Anda memiliki jawaban untuk segala hal. Akui bahwa Anda tidak mengerti mengapa atau bagaimana sampai Allah melakukan itu.
Jangan ucapkan hal-hal klise dan basi tentang kematian dan penderitaan.
Jangan katakan bahwa kalau yang berduka lebih rohani atau lebih akrab dengan Allah, kedukaannya akan lebih ringan.
Ingat bahwa kesempatan yang singkat untuk melayani tidak akan memadai untuk menolong yang berduka. Namun kita layani semampu kita, membagikan Yesus Kristus dan berita Firman Tuhan, sambil percaya bahwa Allah akan melakukan bagian-Nya.
Jangan memompakan padanya usaha untuk membuatnya riang dan senang.
STRATEGI BIMBINGAN
1 Nyatakan kepadanya bahwa Anda memperhatikan dia dan ingin menolong. Silakan dia menceritakan kematian orang yang dikasihinya dan bagaimana perasaannya. Jadilah pendengar yang sabar. Ini membantu dia mengalirkan perasaan-perasaan dukanya.
2 Katakan bahwa menangis dan berduka adalah sehat. Ini merupakan pengalaman lazim manusia yang kita semua harus melaluinya. Ada yang mengatakan bahwa duka adalah "karunia Allah". Ia dapat menjadi jalan bagi Allah untuk membantu kita bereaksi terhadap kejutan dahsyat yang disebabkan oleh kematian dan akibat-akibat emosional yang mengikutinya. Yesus berkata: "Berbahagialah mereka yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4). "Yesus sendiri menangis di depan kubur Lazarus." (Yohanes 11:35).
3 Nyatakan kepadanya bahwa mengungkapkan perasaan-perasaan bersalah, marah, bingung atau muram, adalah baik. Perasaan tersebut tidak boleh ditekan olehnya atau ditolak oleh pembimbing. Dorong dia untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.
4 Katakan kepadanya bahwa apa yang dirasakannya adalah wajar dalam proses berduka dan bahwa penerimaan serta penyembuhan akan datang, walaupun mungkin perlahan-lahan. Allah ingin memikul kepedihan dan kedukaan kita serta menghibur, memberi harapan dan kekuatan. Pada saat sedemikian, hidup akan terasa tak berarti, tetapi ingat -- Kristus tak berubah, Batu Karang yang teguh, dasar yang di atas-Nya kita dapat membangun ulang hidup kita.
5 Tanyakan dia apakah dia pernah menerima Yesus Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Jika belum, jelaskan "Damai dengan Allah". [[Red: "Damai dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun orang non Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA); atau dalam Buku Pegangan Pelayanan ini, halaman 5; atau dalam CD-SABDA: Topik 17750.]]
6 Katakan bahwa bagi orang Kristen, kematian bukanlah akhir kehidupan. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah mengalahkan dosa dan maut, sehingga beriman kepada-Nya kini, berarti: kita "tidak akan mati selama-lamanya" (Yoh 11:25-26); "kita memiliki hidup kekal" (Yohanes 3:16); "kita punya tempat terjamin di surga" (Yohanes 14:1-6), "kita akan menerima tubuh kebangkitan" (1Korintus 15:51,52). Juga, "jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan bersama- sama dengan Dia." (1Tesalonika 4:14); jadi akan terjadi pertemuan kembali penuh kemuliaan kelak, antara kita dan semua mereka yang kita kasihi dan yang ada di dalam Tuhan!
Nasihatkan orang tersebut untuk mulai membaca dan mempelajari Alkitab. Alkitab adalah sumber kekuatan dan penghiburan.
7 Katakan bahwa Allah menganggap hidup kita di bumi sebagai persiapan untuk kesukaan besar surgawi (Markus 8:36). Karena itu, Dia mengizinkan ujian, penderitaan dan kematian orang yang kita kasihi, dalam hidup kita, agar kita menyadari betapa kita perlu percaya pada-Nya. "Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (2Korintus 1:9).
8 Jika dia mengungkapkan rasa bersalah atas aspek tertentu dari kematian orang yang dikasihinya (biasa terjadi pada kasus bunuh diri), nasihatkan dia untuk tidak mengecam diri berlebihan. Dia tidak perlu memikul rasa bersalah atas sesuatu yang tidak benar- benar dilakukannya. Semuanya sudah lewat, dan dia harus belajar menyerahkan semua penyesalannya kepada Tuhan. Jika ada sesuatu yang ingin diakuinya kepada Tuhan, lakukanlah, tetapi terimalah keampunan-Nya dalam terang (1Yohanes 1:9).
9 Jika nampaknya dia diliputi oleh perasaan kehilangan, kesepian dan gelap tentang apa yang harus dilakukannya kelak, anjurkan dia untuk menceritakan itu pada keluarganya dan mempercayai mereka untuk memberi dukungan emosional dan kekuatan. Gereja dapat mengisi kekosongan yang tersisa. Dia harus terlibat dalam persekutuan gereja. Pendeta dapat memberikan dukungan emosional. Jika dia belum menjadi anggota, dia harus melibatkan diri dalam suatu gereja yang mementingkan Alkitab. Belajar menerima kehendak Allah atas apa yang telah terjadi, memiliki hati yang bersyukur atas apa yang telah dialami bersama dengan orang yang dikasihi dan atas janji Tuhan tentang hal-hal yang akan dialami kelak, serta mengulurkan tangan kasih Kristen menolong mereka yang sedang pedih, akan menjadi cara kesembuhan dan faktor penting untuk belajar kembali menjalani hidup.
10 Berdoalah meminta pengertian, hiburan dan berkat bagi hidupnya, bersamanya.
Menurut Billy Graham:
Keyakinan kita akan masa depan berdasar teguh pada kenyataan yang Allah telah buat bagi kita dalam Kristus. Karena Kristus hidup, kita tak perlu muram, bagaimana pun situasi kita. "Jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:8,23).
04 January 2008
Duka Karena Kematian Orang yang Dikasihi
Posted by
tikituka
at
9:05 AM
Labels: masalah hidup
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment